Polemik Soal Kenaikan Tarif Pajak PBB-P2 Di Bone. Ratusan Mahasiswa Tergabung PMII dan HMI Gelar Aksi Demonstrasi

BONE, KLIKWARTA.ID — Aksi demonstrasi kembali terjadi di Kabupaten Bone. Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menuai kecaman dan protes terkait polemik tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang diduga mengalami kenaikan capai 300 persen. Selasa (12/8/2025). 

Dengan membentangkan spanduk dan poster, Mahasiswa mendatangi Kantor Bupati dan Gedung DPRD Bone. Mereka menyuarakan penolakan terhadap kebijakan yang dianggap menambah beban ekonomi warga di tengah melambungnya harga kebutuhan pokok. Meski sempat memanas saat massa mencoba masuk ke halaman Kantor Bupati, situasi dapat dikendalikan oleh aparat kepolisian dan Satpol PP.

Di hadapan DPRD, mahasiswa mendesak wakil rakyat untuk memanggil pihak eksekutif dan membentuk rekomendasi resmi penurunan PBB-P2. Mereka juga meminta adanya skema keringanan pajak bagi kelompok rentan seperti lansia, petani kecil, nelayan, dan masyarakat berpenghasilan rendah.

Kordinator Lapangan (Korlap) Aksi dari HMI Cabang Bone dalam orasinya, menuntut DPRD Kabupaten Bone menjalankan fungsi pengawasan secara maksimal.

“Mendesak DPRD Kabupaten Bone untuk mengeluarkan rekomendasi resmi kepada Bupati Bone terkait pembatalan atau penundaan kenaikan PBB-P2 serta membatalkan kenaikan PBB-P2 tahun berjalan karena tidak memenuhi asas legalitas waktu penetapan (1 Januari).” ujarnya.

Selain itu dia juga meminta kepada Pemda Bone untuk melakukan kajian ulang terhadap dasar perhitungan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan tarif PBB-P2.

“Menuntut adanya skema keringanan atau pembiayaan PBB-P2 bagi kelompok rentan seperti lansia, petani kecil, nelayan, dan masyarakat rendah," lanjutnya.

Hal senada juga disampaikan Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi PMII Cabang Bone, Aan Gunawan mengatakan kebijakan pemerintah Kabupaten Bone menaikan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang mencapai 300 persen  secara diam-diam dan terkesan memaksa di nilai tidak sesuai dengan aturan.

Adapun tuntutan aksi Penolakan PBB-P2 oleh PMII. Cabang Bone;

1. Mendesak Bupati Bone untuk mengkaji ulang tentang kenaikan PBB-P2 yang sudah jelas merugikan rakyat;

2. Meminta Bupati Bone untuk membatalkan kenaikan PBB-P2;

3. Meminta Bupati Bone untuk mengembalikan hasil pungutan PBB-P2 yang berjalan tanpa dasar;

Menanggapi tuntutan tersebut, Ketua DPRD Bone, Andi Tenri Walinonong, menyatakan akan menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan memanggil dinas terkait. 

“Kami menerima aspirasi yang disampaikan. Pemerintah daerah harus mengkaji ulang kebijakan ini agar tidak memberatkan masyarakat,” katanya.

Sementara itu, Kepala Bapenda Bone, Ir. Muh. Angkasa, M.Si, menegaskan bahwa isu kenaikan PBB-P2 hingga 300 persen adalah kabar yang tidak benar. Menurutnya, yang terjadi adalah penyesuaian Zona Nilai Tanah (ZNT) sesuai data Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang selama 14 tahun terakhir belum pernah diperbarui.

“Tidak ada kenaikan sampai 300 persen, bahkan 200 persen pun tidak ada. Ini murni penyesuaian ZNT dari BPN, bukan tarif yang kami naikkan,” tegas Angkasa.

Ia menjelaskan, penyesuaian ini membuat wilayah yang sebelumnya memiliki Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sangat rendah bahkan hanya Rp7.000 per meter kini disesuaikan agar mendekati harga pasar. Berdasarkan data, sekitar 25 persen wajib pajak tidak mengalami kenaikan, hanya kisaran 65 persen tergantung zona.

"Penyesuaian ini bertujuan mewujudkan asas keadilan. Zona yang selama ini terlalu rendah disetarakan dengan perkembangan harga tanah yang sebenarnya,” pungkasnya.

Penyesuaian ini, lanjut Muh. Angkasa, merupakan amanat peraturan dan bertujuan mewujudkan keadilan dalam pemungutan pajak. “Zona yang selama ini rendah sekali disesuaikan supaya setara dengan perkembangan harga tanah sebenarnya. Bukan semata-mata untuk menaikkan pajak,” pungkasnya.

Dengan penjelasan ini, Pemkab Bone berharap masyarakat mendapat pemahaman yang benar dan tidak terpengaruh isu yang tidak berdasar.

Tak hanya itu, Angkasa juga menegaskan bahwa penyesuaian tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Bone dilakukan dengan mempertimbangkan asas keadilan bagi seluruh wajib pajak.

Menurutnya, perbedaan luas lahan menjadi salah satu faktor penting dalam penetapan tarif. “Ada yang luasnya 5.000 meter, 5 hektar, 10 hektar bahkan 26 hektar. Kalau misalnya dari Rp7.000 menjadi Rp20.000 untuk lahan yang sangat luas, memang terlihat naik cukup besar. Tapi untuk lahan-lahan kecil, kenaikannya relatif kecil,” jelasnya lagi.

Lebih lanjut, Angkasa menjelaskan bahwa tanah di wilayah perkotaan juga mengalami penyesuaian nilai, mengingat potensi dan harga pasarnya. “Jangan sampai yang kecil saja yang disesuaikan, sedangkan di kota tidak. Padahal nilai jualnya di kota bisa lebih tinggi,” ungkapnya.

Ia mengingatkan bahwa banyak kasus di mana masyarakat membeli tanah dengan harga rendah, namun nilai pasar sebenarnya lebih tinggi. Penyesuaian PBB-P2, kata dia, dilakukan agar sejalan dengan nilai wajar tanah di lapangan. “Negara juga berhak memastikan nilai tanah yang dilaporkan sesuai dengan kenyataan. Jadi masyarakat tidak perlu khawatir, penyesuaian ini tetap berpijak pada keadilan,” ujarnya.

Ia juga juga mengungkapkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 2022 telah mengingatkan Pemkab Bone bahwa nilai tanah di wilayah tersebut masih di bawah harga wajar.

“Ternyata memang nilainya sangat rendah, sehingga perlu dilakukan penyesuaian,” ujarnya.

Menurutnya, penyesuaian ini tidak bersifat menyeluruh. “Hanya 65 persen yang mengalami penyesuaian, sedangkan 25 persen tidak berubah sama sekali. Semua tergantung pada nilai ZNT di lokasi masing-masing,” tambahnya. Dengan kebijakan ini, sektor pendapatan dari PBB diperkirakan meningkat sekitar Rp20 miliar, sehingga target pendapatan daerah dari sektor ini naik dari Rp30 miliar menjadi Rp50 miliar.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Bone, H. Anwar, menambahkan bahwa langkah ini juga selaras dengan regulasi nasional. “Penyesuaian ini mengacu pada Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat, yang ditindaklanjuti dalam bentuk Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selanjutnya, diturunkan ke dalam Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2024 tentang besaran persentase Nilai Jual Objek Pajak (NJOP),” jelas Anwar.

Ia menjelaskan, dalam Perbup tersebut mengatur bahwa besaran NJOP dihitung berdasarkan zona nilai tanah sesuai karakteristik wilayah. Penetapan NJOP dilakukan setiap tiga tahun sekali, kecuali untuk objek pajak tertentu yang disesuaikan setiap tahun karena perkembangan daerah.

Kebijakan ini, menurut pemerintah daerah, diharapkan tidak hanya meningkatkan pendapatan daerah tetapi juga menciptakan Keadilan pajak sesuai nilai riil tanah, sehingga masyarakat mendapatkan manfaat dari kenaikan nilai aset mereka. 

Dilain sisi, kenaikan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) ternyata berlaku nasional. Bukan hanya di Bone. Terkuak bahwa ini rekomendasi dari KPK yang melihat bahwa NJOP ini tidak pernah di update sejak tahun 2015. KPK menemukan adanya potensi kebocoran pajak akibat tidak updatenya NJOP ini.

Kepala BPN Bone Hanung melalui Kepala Seksi Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan Debri Ardiansyah mengatakan, kenaikan NJOP ini bukan hanya di Bone tetapi berlaku nasional.

“Jadi ini atas rekomendasi KPK. Dasarnya itu peraturan Mendagri nomor 27 tahun 2021 halaman 336 huruf F. Bahwa NJOP itu harus mengacu zona nilai tanah dari BPN.,” katanya, Selasa, (12/08/2025).


Ia menegaskan, zona nilai tanah sudah diterapkan sejak 2015. Namun untuk pemetaannya butuh proses.

“Rekomendasi KPK sudah ada sejak 2021. Kenapa baru diterapkan, karena pemetaan zona nilai tanah ini butuh proses lama. Contohnya, luas lahan Bone 455 ribu lebih ha, yang sudah kita lakukan baru 330 ribu ha. Ini menjadi penyebab pembayaran PBB P2 berbeda beda,” ujar Debri.

Misalnya tanah di kawasan Ahmad Yani Kota Watampone, NJOPnya tinggi sehingga tentu pembayaran PBB P2nya juga besar.

“Jadi ini menjadi perhatian KPK soal penetapan PBB yang terkadang tidak update,” pungkasnya. (*/rls)

Komentar

Berita Terkini