BONE, KLIKWARTA.ID — Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sudah harus ditetapkan bulan ini.
Pembahasan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) diatur dalam peraturan perundang-undangan, khususnya Permendagri Nomor 86 Tahun 2017. RPJMD, yang merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 tahun, wajib ditetapkan paling lambat 6 bulan setelah kepala daerah dilantik.
Jika batas waktu ini terlampaui, ada sanksi administratif yang berlaku, seperti penundaan pembayaran hak keuangan kepala daerah dan perangkat daerah. Diketahui, pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Bone pada 20 Februari. Jika mengacu aturan diatas, RPJMD sudah harus ditetapkan paling lambat 20 Agustus mendatang.
Kepala Bappeda Bone, Andi Yusuf mengatakan, di Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 tegas mengatur bahwa daerah yang tidak memenuhi kewajiban penyusunan dan penetapan RPJMD sesuai batas waktu yang ditetapkan dapat dikenai sanksi penundaan atau pemotongan DAU dan/atau DBH.
Menurutnya, RPJMD menjadi dasar penyusunan Perda tentang Rencana Pembangunan Daerah, termasuk Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). "Jika RPJMD terlambat ditetapkan, maka penyusunan dan penetapan Perda terkait juga akan terlambat," jelasnya.
RPJMD adalah dokumen perencanaan strategis yang memuat visi, misi, tujuan, dan program pembangunan daerah. Keterlambatan penetapan RPJMD akan menghambat pelaksanaan program pembangunan daerah secara keseluruhan, karena menjadi dasar penyusunan program dan kegiatan pembangunan.
"Kemarin kita sudah bahas ini (RPJMD) bersama pansus yang dibentuk DPRD Bone. Sisa konsultasi di Pemprov Sulsel. Kita tentu berharap RPJMD tidak terlambat disahkan. Karena jika terlambat, tentu akan ada konsekuensi. Konsekuensinya apa, penundaan atau pemotongan DAU/DBH. Juga dampak lainnya yang bisa menghambat program pembangunan daerah," ungkapnya.
Andi Yusuf juga menjawab soal isu kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 300 persen yang tertuang di dokumen Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Ia menegaskan, di dokumen RPJMD tak ada mengatur kenaikan PBB-P2. Yang ada kata Andi Yusuf, hanya mengatur penyesuaian besaran pajak sesuai Zona Nilai Tanah (ZNT) yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bone. ZNT yang kemudian dijadikan acuan untuk menentukan besaran NJOP.
"Di dokumen RPJMD hanya mengatur proyeksi pendapatan itupun proyeksi itu untuk jangka waktu lima tahun,. Jadi tidak benar jika di dokumen RPJMD juga mengatur kenaikan PBB P2 apalagi jika nilainya sampai 300 persen," tegasnya kepada klikwarta.id, Jumat, (15/08/2025).
Ia juga menegaskan, dokumen RPJMD telah melalui tahap kajian dan proses pembahasan di DPRD Bone. Mulai dari Bapemperda, kemudian pansus. "Dan itupun saat penyusunan dokumen ini, kita sudah lakukan konsultasi dan kajian. Termasuk melibatkan kalangan akademisi dan konsultasi di provinsi," tegasnya lagi.
Sementara itu, Kepala Bappeda juga mengimbau masyarakat untuk tidak mudah termakan isu hoaks. Apalagi terprovokasi.
"Pemerintah daerah tentu tidak akan mengeluarkan kebijakan yang merugikan masyarakatnya. Jadi memang perlu pencerahan bahwa di RPJMD hanya mengatur peningkatan proyeksi pendapatan," imbuhnya.
Sebelumnya, Pansus RPJMD DPRD Bone buka suara sekaitan pembahasan RPJMD yang dikabarkan menyetujui kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2).
Pansus RPJMD menegaskan persetujuan pansus hanya terhadap kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Jadi perlu kami luruskan bahwa yang disetujui oleh pansus adalah peningkatan PAD. Nah kita ketahui bersama bahwa sumber PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain lain PAD yang sah," kata Anggota Pansus RPJMD, Chaerul Anam.
Khusus PBB P2 kata ketua Fraksi PPP DPRD Bone tersebut, catatan pansus sangat jelas, bahwa agar dilakukan penyesuaian. "Jadi tidak benar disitu bahwa Anggota pansus menyetujui kenaikan PBB P2. Apalagi jika besarannya sampai 100 atau 300 persen. Kita beri catatan agar dilakukan penyesuaian," tegasnya. (*/rls)